Mama Sayang Semua

#ceritaanak

“Rafiii, ini bukunya kok nggak dibereskan?” Mama berteriak nyaring. Rafi yang sedang bermain game di komputer bangun dengan segan.

“Bukan Rafi yang membuatnya berantakan, Ma… Dek Tina yang habis membaca dan tidak mau mengembalikan ke raknya” Rafi menjawab sambil cemberut.

“Iya, tapi ini kan buku Rafi, bukan buku Tina”.

“Tapi kan Dek Tinaa…”

“Masya Allah, Rafiii. Kamu ini kok sukanya menjawab kalau Mama sedang marah?”

Mama pergi ke dapur dan mukanya masam.

Rafi sedih sekali. Sudah sejak dek Tina lahir, dan kemudian dek bayi Fatia juga lahir, Mama sering marah padanya. Hampir semua kesalahan dek Tina (atau kerewelan dek Fatia), pasti akibatnya akan kena kepada Rafi.

Kadang Rafi berpikir, apakah Mama sudah tidak sayang lagi padanya? Apakah Mama lebih sayang pada dek Tina dan dek Fatia?

Kemarin dek Fatia jatuh dari tempat tidur. Mama sedang membuat kue, dek Tina sedang menonton televisi, dan Rafi sedang menggambar di dekat kasur tempat dek Fatia tidur.

Dek Fatia menangis keras sekali karena jidatnya membentur lantai.

Rafi buru-buru memeluk dan menenangkan dek Fatia. Dek Tina juga membantunya. Tapi Mama tetap memarahinya dan mengatakannya lalai, karena tak menjaga dek Fatia dengan baik.

Rafi menangis sendiri. Ia menyepi, memanjat pohon jambu air di depan rumahnya. Ia merasa Mama benar-benar tak sayang lagi padanya. Rafi melihat dari atas pohon, Mama sedang bercanda dengan dek Fatia dan dek Tina. Bahkan Mama tak mencarinya!

Rafi ingat Papa yang sedang bertugas di pengeboran minyak lepas pantai. Karena pekerjaannya itu Papa jarang pulang. Rafi rindu sekali sama Papa. Hanya pada Papa, Rafi bisa bercerita tentang kesedihannya. Biasanya mereka saling bercerita sambil memancing ikan berdua. Papa sering menasihati Rafi untuk lebih mengerti Mama.

Mama mungkin sangat capek. Ia bekerja menjadi guru piano. Mama juga memasak, membereskan rumah, mengantar jemput sekolah Rafi di SD dan Tina di Kelompok Bermain. Mama juga mengurus dek Fatia yang masih bayi.

Tapi Mama tidak adil. Mama pilih kasih. Mama lebih sayang pada dek Tina dan dek Fatia!

Biasanya Papa hanya memeluk Rafi dengan hangat. Rafi merasa aman dan nyaman sekali. Sayang Papa jarang pulang…

Kadang Rafi mengira dia bukan anak kandung Mama dan Papa. Tapi Papa sayang padanya, juga pada dek Tina dan dek Fatia. Atau Mama saja yang benci padanya? Mana mungkin? Dan kenapa harus benci? Rafi sedih, lebih sedih lagi karena dia tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Malam ini, Rafi sudah berniat melakukan sesuatu. Mama dan adik-adik sudah tidur. Rafi pelan-pelan membuka jendela kamarnya.

Ia lemparkan tas berisi pakaian, buku dan mainan kesayangannya ke luar jendela. Dilipatnya selembar surat di meja belajar. Rafi mencium sejenak fotonya bersama Papa, Mama, dan adik-adiknya. Ia menghapus air matanya.

 

Mama sayang. Maafkan Rafi ya  Rafi sayang Mama, Papa, dek Tina, dan dek Fatia. Tapi Mama nggak sayang Rafi kan?

Salam cinta,

Rafi.

 

Rafi berhasil keluar dari jendela. Dia mengendap-endap menuju ke pintu pagar depan. Tapi ia mendadak berhenti. Lampu teras samping menyala. Wah!

Rafi semakin memperlambat langkahnya. Tasnya mulai terasa berat. Sesampainya di teras samping, Rafi mendengar suara mesin jahit tua milik Mama.

Mama menjahit? Menjahit apa? Rafi berusaha mengintip ke ruang dalam dari teras samping yang pintunya terbuka lebar.

“Eh, ada Rafi…” Mama kaget dan langsung membereskan jahitannya.

“Mama… jahit apa?” tanya Rafi penasaran. Ia melihat kain handuk berwarna merah dan biru. Seperti… handuk Spiderman… yang lama dia inginkan.

“Eh…ini…”

Tiba-tiba kain merah biru itu meluncur ke dekat kaki Rafi.

“Handuk Spiderman?”

Mama tersenyum. Dirangkulnya bahu Rafi.

“Ini lho, Nak. Kamu kan sudah lama ingin punya handuk renang yang ada kepalanya, yang bergambar Spiderman… Ini Mama sedang buatkan”, jelas Mama.

“Waaah, bagus sekali, Ma. Mama kok masih ingat sih keinginan Rafi?”

“Iya dong. Kan Mama sayang sama Rafi… jadi Mama memerhatikan apa saja keinginan dan keperluan Rafi”. Mama tersenyum manis.

Rafi menelan ludah. Ia merasa rinduuu sekali bicara seperti ini dengan Mama. Ia rindu disayang Mama.

“Terima kasih, Ma. Rafi kira…”

“Apa?” Mama tersenyum.

“Mama nggak sayang Rafi. Habis Mama suka marah sama Rafi…”

“Ya nggak begitu dong, Sayang. Mama marah sama kamu karena kamu suka malas membantu Mama. Malas menjaga adik-adikmu. Tapi… Mama juga suka galak ya?”

Rafi mengangguk takut-takut.

“Maafkan Mama, ya Sayang… Tolong ingatkan Mama agar jangan marah-marah terus ya?” Mama memeluk Rafi erat.

“Maafkan Rafi juga, Mama…”

“Mama sayang sama semua anak Mama, Nak”.

“Selamat ulang tahun, Sayang. Sebenarnya baru besok ulang tahunmu. Tapi ini kado dari Mama untukmu”, Mama menciumnya sambil memakaikan handuk berkepala dengan gambar Spiderman itu.

“Terima kasih, Mama”, Rafi mencium pipi dan tangan Mama. Rafi dan Mama sama-sama terharu.

Tapi tiba-tiba seekor kucing menyenggol tas besar Rafi di teras. Brugg! Tas itu jatuh. Mama dan Rafi berlari keluar.

“Kamu ngapain bawa tas besar malam-malam begini?” tanya Mama curiga.

Rafi jadi bingung mau menjawab apa. Soalnya sekarang dia sudah tidak ingin kabur lagi. Dan moga-moga tidak akan pernah ingin kabur lagi. Selamanya.

“Rafi?” Mama menunggunya.

“Ngg… Rafi mau main kemping-kempingan, Ma…”

Dan mata Mama menatapnya curiga. Mama tahu Rafi berbohong… O-owww…

 

#30DEM

#30DaysEmakMendongeng

#day25

#MarahItuTidakBaik

About ifaavianty1

A wife, mom of 3 sons, writer and author of about 70 books. Loves books, music, movies, cook, art n craft, history, rain, mall, coffee, tea, and pasta. Oh, and every genius :))
This entry was posted in fiksi, Uncategorized and tagged , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment